Mahfud MD Imbau Publik dan Aparat Tidak Saling Menyalahkan Terkait Insiden Barakuda
Insiden kendaraan taktis milik Brimob yang menabrak salah satu pengemudi ojek online saat berlangsungnya demonstrasi menuai sorotan tajam dari berbagai kalangan. Di tengah ramainya kecaman publik, Mahfud MD, mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, angkat bicara dan mengimbau semua pihak untuk menahan diri serta melihat persoalan ini secara jernih dan menyeluruh.
Mahfud menekankan bahwa aksi unjuk rasa yang dilakukan masyarakat merupakan bagian dari hak dasar yang dijamin oleh konstitusi. Ia menyebut bahwa menyampaikan aspirasi di ruang publik adalah bentuk keterlibatan warga negara dalam kehidupan demokrasi, dan tidak semestinya langsung dicap sebagai tindakan melanggar hukum.
Menurutnya, tindakan represif terhadap pendemo bukanlah jalan keluar. Ia menilai bahwa selama aksi berlangsung secara damai dan tidak merusak, aparat keamanan semestinya menahan diri dan mengedepankan pendekatan dialog. “Mereka tidak sedang melawan negara, tetapi menyuarakan keresahan yang nyata dirasakan masyarakat,” ujarnya.
Di sisi lain, Mahfud juga mengingatkan publik untuk tidak dengan mudah menghakimi aparat keamanan yang bertugas di lapangan. Ia memahami bahwa personel Brimob berada dalam tekanan yang tinggi dan harus mengambil keputusan cepat di situasi yang tidak menentu. “Mereka bisa saja panik, apalagi jika situasi memanas dan keselamatan mereka terancam,” jelas Mahfud.
Ia menggambarkan posisi aparat sebagai pihak yang sering terjepit di antara kepentingan negara dan tuntutan rakyat. Dalam situasi seperti ini, mereka kerap menjadi sasaran kritik dari dua arah sekaligus, yang menurut Mahfud, adalah posisi yang tidak mudah. Oleh karena itu, ia mengajak masyarakat untuk menahan diri dan melihat secara objektif kondisi di lapangan.
Lebih lanjut, Mahfud menilai bahwa insiden seperti ini tidak bisa dilepaskan dari masalah struktural yang lebih besar. Ia menuding elite politik dan pejabat yang korup sebagai biang kerok dari ketegangan sosial yang terjadi. Menurutnya, ketidakadilan dan ketimpangan yang dihasilkan oleh sistem kekuasaan yang rakus telah memicu kemarahan rakyat.
Istilah “serakah nomics” pun ia gunakan untuk menggambarkan bagaimana kekuasaan disalahgunakan demi keuntungan segelintir kelompok. Ia menyebut sistem ini telah menciptakan ketegangan horizontal antara rakyat dan aparat, padahal yang semestinya dimintai pertanggungjawaban adalah para elite yang menyalahgunakan wewenangnya.
Mahfud pun mengingatkan agar hubungan antara rakyat dan aparat tidak dibiarkan terus memburuk akibat kelalaian pengambil kebijakan. Ia menekankan perlunya pendekatan yang lebih manusiawi dalam menangani aksi protes, serta perbaikan tata kelola pemerintahan yang berfokus pada keadilan dan pemberantasan korupsi.
Sementara itu, proses penyelidikan terkait insiden Barakuda masih berlangsung. Masyarakat berharap agar pemerintah menindaklanjuti kasus ini secara transparan dan adil, serta mampu menghadirkan solusi jangka panjang agar ketegangan sosial tidak terus berulang di masa mendatang. (*)